"Menulislah Jika Kau Tidak Ingin Terhapuskan Dalam Arus Sejarah Umat Manusia"

Minggu, 19 Februari 2012

PEMUDA PROGRESIF KAJIAN HISTORIS-SOSIOLOGIS TERHADAP PEMUDA INDONESIA (Dari Pergerakan Nasional Hingga 65 Tahun Indonesia Merdeka)



Awal abad XX  bagi Bangsa Indonesia merupakan masa pencerahan akan kesadaran nasional. Kesadaran nasional yang merasuk dalam alam pikir Bangsa Indonesia telah menjelma menjadi cambuk perubahan, utamanya disekitaran kaum intelektual muda. Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara (semangat bernegara) tumbuh subur dalam pemikiran intelektual muda Indonesia. Nasionalisme menjadi landasan ideologi bagi intelektual muda yang mendambakan terwujudnya Indonesia merdeka, hal itu diupayakan melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan mendirikan organisasi-organisasi kebangsaan. Organisasi yang didirikan tidak hanya terbatas dalam lingkup teritori tertentu maupun kesukuan, perkembangan organisasi kebangsaan pada awal abad XX layaknya jamur di musim penghujan. Atas dasar itulah pada awal abad XX hingga masa kemerdekaan disebut sebagai masa pergerakan nasional.
Masa pergerakan nasional di Indonesia dimotori oleh kaum intelektual muda, atau dalam hal ini adalah golongan priyayi rendahan. Tokoh-tokoh priyayi rendahan ini seperti Soekarno, Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, Cipto Mangunkusumo, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, H.O.S. Tjokroaminoto dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya merupakan golongan intelektual muda yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi dari masyarakat Indonesia lainnya. Karena latar belakang pendidikan yang berbeda dari rakyat kebanyakan, maka golongan inilah yang sadar bahwa Indonesia (atau pada saat itu masih Nederlands-Indie) sedang dalam penjajahan yang sebenarnya tidak layak dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain.
Pergerakan nasional merupakan titik puncak masyarakat Indonesia yang sudah cerdas dan tercerahkan serta telah mencapai kesempurnaan dalam pola fikir dimana mereka sadar bahwa untuk mencapai Indonesia merdeka tidak hanya dengan otot tetapi juga dengan jalan organisasi masa. Pergerakan nasional terdiri dari beberapa fase : yang pertama fase masa perkembangan. Fase ini merupakan awal terbentuknya organisasi-organisasi yang menjadi pelopor masuknya perjuangan bangsa Indonesia pada masa pergerakan. Meskipun secara umum tujuan organisasi pada masa ini masih tertuju pada kebudayaan dan pendidikan. Fase kedua adalah masa radikal, fase ini ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi yang sudah jelas menginginkan Indonesia merdeka dan bertindak Non-Kooperasi terhadap pemerintah. Puncaknya pada tahun 1926 ketika terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Fase yang terakhir adalah masa bertahan. Masa ini muncul karena kondisi ekonomi dunia kacau balau, karena Peristiwa Malaise di Amerika Serikat pada tanggal 8 Oktober 1929. Fase ini merupakan fase yang lebih banyak mendirikan fraksi-fraksi nasional dan gabungan partai politik, serta beberapa tuntutan yang diajukan kepada pemerintah Belanda.
Pada masa pergerakan nasional tersebut tampak jelas bahwa intelektual muda memegang peran penting dalam setiap arus perubahan yang terjadi di Indonesia. Golongan intelektual adalah pelopor beralihnya masa berjuang kedaerahan menjadi berjuang dengan otak dan organisasi. Merekalah yang sadar bahwa suatu bangsa menjajahan bangsa lain itu sebenarnya tidak pantas. Merekalah yang sadar bahwa perlunya persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan Indonesia merdeka, dan merekalah yang mencetuskan sumpah pemuda yang mengakui dirinya berbangsa dan bernegara Indonesia. Kaum Intelektual-lah yang mendirikan organisasi-organisasi dalam masa pergerakan nasional. Selain itu juga, dua orang kaum intelektual-lah yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan menjadi presiden serta wakil presiden Indonesia yang pertama, yaitu Soekarno dan Hatta.
Jelas sudah bahwa pemuda pada masa pergerakan nasional merupakan penggerak perubahan. Pemuda juga merupakan pembaharu sendi-sendi kehidupan masyarakat, pemuda jualah yang telah menata ulang adat lama masa kolonial. Hingga akhirnya terdapat asumsi yang menyatakan bahwa pemuda sebagai penggerak revolusi. Namun demikian muncul satu pertanyaan, dalam setiap masa terdapat jiwa jaman yang menjadi bahan bakar bagi pemuda untuk melakukan perubahan. Berbeda dengan masa sebelum kemerdekaan, masa setelah kemerdekaan sejatinya memiliki tantangan tersendiri bagi pemuda untuk benar-benar mewujudkan pembaharuan di Indonesia, kaitannya juga untuk mengisi kemerdekaan itu sendiri. Tantangan pemuda paska kemerdekaan tidak lagi berupa tantangan fisik semata, tapi lebih jauh lagi tantangan tersebut berupa perang pemikiran, utamanya di era globalisasi ini.
Globalisasi pada hakekatnya merupakan satu proses mendunianya berbagai aspek kehidupan. Globalisasi telah menghilangkan batas-batas kebangsaan, kenegaraan, etnik, sosial, budaya, dan ekonomi. Globalisasi juga menyebabkan terjadinya benturan nilai-nilai kehidupan yang mana hal ini membawa implikasi bagi terciptanya dominasi si kuat atas si lemah. Sehingga lebih jauh globalisasi dapat mengakibatkan tercerabutnya nilai-nilai lokalitas suatu bangsa. Bagi Bangsa Indonesia, suka atau tidak suka pada faktanya telah masuk ke dalam arus globalisasi tersebut.
Sejenak menengok pada masa pergerakan nasional, globalisasi dewasa ini layaknya kaum kolonialis yang menjajah Indonesia, akan tetapi dengan pola yang berbeda. Dulu kaum kolonialis dalam prakteknya harus tinggal dan berada di wilayah jajahan mereka, namun dalam globalisasi hal tersebut bukanlah satu keharusan. Walaupun memiliki dampak positif bagi Bangsa Indonesia, disadari atau tidak arus globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan kultur sosial dalam masyarakat. Hal ini apabila dibiarkan berlarut tentunya dapat memperlemah nilai-nilai lokalitas Bangsa Indonesia, bahkan menghilangkannya. Berkaca dari hal tersebut pemuda Indonesia sudah seharusnya kembali melakukan satu tindakan sebagai upaya untuk meminimalisir dampak negatif globalisasi. Sudah seharusnya pemuda Indonesia menjadi pemuda progresif seperti halnya pada masa pergerakan nasional dulu, yaitu pemuda yang berupaya menciptakan perbaikan dalam satu tatanan yang secara perlahan telah terkikis nilai-nilai lokalitasnya. Pertanyaannya, mampukah pemuda Indonesia mewujudkannya????

Daftar Referensi                                              

- Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Sejarah Pergerakan Nasional Jilid II. Jakarta : Gramedia.
- Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional, Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan. Yogyakarta: LKiS
- Poesponegoro, Marwati Djoenoed dan Nugroho Notosusanto. 1983. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V. Jakarta : Balai Pustaka.


1 komentar: